Pertama, ketika seorang suami membutuhkan. Kebutuhan suami akan interaksi tidak sama dengan istri. Menurut hadist, bila terdapat lelaki melihat perempuan yg membuatnya terpikat, hendaknya ia segera mendatangi istrinya. Karena apa yang terdapat pada istrinya jua ada dalam wanita itu.
Ini berdasarkan HR. Turmudzi 1158, Ibnu Hibban 5572, ad-Darimi dalam Sunannya 2261, serta yang lainnya.
"Bila si istri dipanggil oleh suaminya karena perlu, maka supaya segera datang, walaupun ia sedang masak.” (H.R.Tirmidzi, serta dikatakan hadis Hasan).
Kedua, ketika sebelum Shubuh, pada saat Dzuhur, dan setelah Isya. "Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki serta perempuan) yg anda miliki, serta orang-orang yg relatif balig pada diantara anda, meminta biar pada anda tiga kali (pada satu hari) merupakan: sebelum shalat subuh, waktu kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di saat dzuhur dan sehabis shalat Isya'. (Itulah) tiga ketika aurat bagi anda. tidak terdapat dosa atasmu serta tidak (pula) atas mereka selain berdasarkan (tiga ketika) itu,” (QS. An-Nur: 58).
Tafsir dari hadits ini merupakan menjadi berikut: "Dulu para sahabat radhiyallahu ‘anhum, mereka terbiasa melakukan hubungan dengan istri mereka pada tiga ketika tersebut. Lalu mereka mandi dan berangkat shalat. Kemudian Allah perintahkan supaya mereka mendidik para budak serta anak yg belum baligh, untuk tidak masuk ke kamar eksklusif mereka pada tiga saat tadi, tanpa izin”. (Tafsir Ibn Katsir, 6/83).
Ketiga, pada akhir malam, sesudah Tahajud. "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur pada awal malam, kemudian bangun tahajud. Apabila sudah memasuki ketika sahur, beliau shalat witir. Kemudian balik ke tempat tidur. Apabila beliau ada asa, dia mendatangi istrinya. Jika ia mendengar adzan, beliau pribadi bangun. Bila dalam kondisi junub, ia mandi akbar. Bila tidak junub, dia hanya berwudhu kemudian keluar menuju shalat jamaah”. (HR. An-Nasai 1680)
Mengakhirkan hubungan sampai akhir malam itu lebih baik. Lantaran pada awal malam terkadang pikiran orang itu penuh. Dan melakukan ji'ma pada saat pikiran penuh, bisa jadi membahayakan beserta putusan bulat para ahli, lantaran bisa jadi dia tidak bisa mandi, sebagai akibatnya dia tidur dalam kondisi junub, dan itu hukumnya makruh. (Mirqah al-Mashabih, 4/345).
Sumber: reportaseterkini.net
Ketiga, pada akhir malam, sesudah Tahajud. "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur pada awal malam, kemudian bangun tahajud. Apabila sudah memasuki ketika sahur, beliau shalat witir. Kemudian balik ke tempat tidur. Apabila beliau ada asa, dia mendatangi istrinya. Jika ia mendengar adzan, beliau pribadi bangun. Bila dalam kondisi junub, ia mandi akbar. Bila tidak junub, dia hanya berwudhu kemudian keluar menuju shalat jamaah”. (HR. An-Nasai 1680)
Mengakhirkan hubungan sampai akhir malam itu lebih baik. Lantaran pada awal malam terkadang pikiran orang itu penuh. Dan melakukan ji'ma pada saat pikiran penuh, bisa jadi membahayakan beserta putusan bulat para ahli, lantaran bisa jadi dia tidak bisa mandi, sebagai akibatnya dia tidur dalam kondisi junub, dan itu hukumnya makruh. (Mirqah al-Mashabih, 4/345).
Sumber: reportaseterkini.net
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar